Prof Wawan Wahyuddin

Kontroversi Izin Tambang untuk Ormas: Keberanian atau Langkah Keliru?

Keputusan Presiden Joko Widodo untuk memberikan izin pengelolaan tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan telah memicu berbagai reaksi dan kontroversi. Langkah ini dinilai sebagai upaya pemerintah untuk melibatkan ormas dalam sektor ekonomi yang strategis. Namun, banyak pihak mengkhawatirkan dampak dari kebijakan ini, baik dari segi keberlanjutan ekonomi maupun risiko korupsi.

Respon dari Ormas Keagamaan

Sejumlah ormas keagamaan telah menyatakan sikap mereka terhadap tawaran ini. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) tegas menolak tawaran tersebut. Mereka berpendapat bahwa pengelolaan tambang bukanlah bidang yang sesuai dengan misi mereka dan berpotensi menimbulkan masalah lingkungan serta sosial yang serius.

Di sisi lain, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menunjukkan sikap positif terhadap kebijakan ini. Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, menyatakan bahwa PBNU siap mengelola izin tambang dengan membentuk perusahaan yang akan bertanggung jawab atas pengelolaan tersebut. Mereka yakin memiliki sumber daya dan kemampuan untuk menjalankan usaha tambang dengan baik.

Sementara itu, Muhammadiyah masih mempertimbangkan tawaran ini dengan hati-hati. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa Muhammadiyah perlu mengukur kemampuan diri sebelum memutuskan untuk terlibat dalam pengelolaan tambang. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menyarankan Muhammadiyah untuk menolak tawaran ini karena lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.

Pandangan Para Ahli

Melky Nahar, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM): Melky Nahar mengkritik kebijakan ini dengan menyatakan bahwa masalah utama bukanlah siapa yang mengelola tambang, tetapi model ekonomi yang didorong oleh pemerintah. Ia menekankan bahwa tambang adalah model ekonomi yang tidak berkelanjutan dan tidak menjamin kesejahteraan jangka panjang. Menurutnya, ada sektor lain yang lebih menjanjikan kesejahteraan bagi masyarakat dan ormas keagamaan. Ia juga mencurigai bahwa kebijakan ini sarat dengan nuansa politik, terutama menjelang pemilu.

Reza Amami, Equity Researcher CNBC Indonesia: Reza Amami menyatakan bahwa kebijakan ini kontroversial dan dapat menimbulkan persoalan baru jika tidak dikelola dengan baik. Ia menyoroti bahwa industri pertambangan memerlukan keahlian khusus, peralatan berat, dan teknologi maju. Jika tidak dikelola oleh profesional, ini bisa menimbulkan masalah besar.

Kumarin, Direktur Utama Karya Putra Borneo Barat: Kumarin menilai niat pemerintah sebagai hal yang baik dan mulia, dengan syarat bahwa ormas harus diberi bimbingan yang tepat dalam hal operasi, protokol keselamatan, dan perlindungan lingkungan. Ia menyarankan agar kebijakan ini dimulai dengan beberapa proyek percontohan untuk memastikan keberhasilannya.

Pelanggaran Undang-Undang

Pemberian izin tambang tanpa proses lelang melanggar UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Proses lelang wajib dilakukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, mencegah praktik korupsi dengan memastikan izin tambang diberikan kepada pihak yang memenuhi syarat melalui proses yang adil.

Potensi Tindak Pidana Korupsi

Langkah pemerintah ini membuka peluang besar bagi tindak pidana korupsi. Tanpa proses lelang yang transparan, sulit memastikan bahwa pihak yang menerima izin benar-benar layak dan tidak ada konflik kepentingan. Korupsi di sektor pertambangan bisa merugikan negara dalam jumlah besar, mengingat nilai ekonomi sumber daya alam yang sangat tinggi.

Keberanian atau Langkah Keliru?

Menilai langkah ini sebagai tindakan berani mungkin benar dalam konteks niat pemerintah untuk mendukung ormas keagamaan. Namun, keberanian ini tidak boleh mengorbankan prinsip hukum dan tata kelola yang baik. Langkah ini harus dilakukan dengan mematuhi undang-undang yang ada untuk memastikan proses pemberian izin tambang dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan tanpa proses lelang yang sah adalah langkah kontroversial yang berpotensi melanggar hukum dan membuka peluang korupsi. Meskipun dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian dan dukungan pemerintah terhadap ormas, langkah ini harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan ini dan memastikan bahwa setiap pemberian izin tambang dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas untuk menjaga integritas nasional.

https://wawanwahyuddin.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*