Merawat Haji Mabrur
Setelah menjalankan rangkaian ibadah haji yang penuh berkah, para jamaah haji kembali ke tanah air dengan pengalaman sebulan di Tanah Haram yang suci. Pengalaman ini ibarat sebuah “pesantren” yang membentuk karakter mereka menjadi lebih baik. Haji dimaknai sebagai “hujjah” atau kekuatan, baik secara personal maupun komunal, yang mengokohkan fondasi keimanan mereka.
Dalam bangunan Islam, ibadah haji dianalogikan sebagai atap yang menyempurnakan pondasi syahadat, tiang salat, dinding zakat, dan puasa. Simbol haji, seperti huruf “H” atau gelar “Haji” di depan nama, menjadi pengingat bagi jamaah untuk menjaga kewibawaan dan menampilkan akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Gelar haji bukan hanya sekadar simbol, tetapi merupakan pengingat akan perjuangan seumur hidup untuk mempertahankan keteladanan.
Setiap orang yang beriman tentu sangat berkeinginan untuk menginjakkan kaki ke tanah suci dan menyempurnakan rukun Islam yang kelima yaitu ibadah haji. Sebagian orang mungkin sudah mampu melaksanakannya dan kembali ke tanah air, maka seharusnya selepas ibadah haji dapat menjadikan pribadinya serta imannya menjadi lebih baik. Tidak sedikit juga yang sudah menunaikan ibadah haji namun kondisinya sama saja atau bahkan imannya lebih menurun dari sebelumnya. Padahal kita ketahui sebaik-baik haji adalah haji yang mabrur dan balasan bagi haji yang mabrur adalah surga. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
**العمرةُ إلى العمرةِ كفَّارَةٌ لمَا بينَهمَا، والحجُّ المبرورُ ليسَ لهُ جزاءٌ إلا الجنَّةُ**
*”Antara satu umrah dengan umrah berikutnya terdapat penghapusan dosa-dosa di antara keduanya. Haji yang mabrur, tidak ada pahala bagi pelakunya, melainkan surga”* (HR. Al-Bukhari: 1773 dan Muslim: 1349).
Haji mabrur juga termasuk amalan yang paling afdhol. Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
**سُئِلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « جِهَادٌ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « حَجٌّ مَبْرُورٌ »**
*Nabi ﷺ ditanya, “Amalan apa yang paling afdhol?” Beliau ﷺ menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau ﷺ menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi ﷺ* (HR. Bukhari: 1519).
Proses ibadah haji, mulai dari ihram hingga tahallul, merupakan perjalanan spiritual yang dahsyat dalam memberdayakan diri dan membentuk karakter. Selain kekuatan spiritual, ibadah haji juga membuka peluang keuntungan finansial, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah: 198 yang mengizinkan beribadah sambil berbisnis. Namun, penting untuk diingat bahwa jika tujuan utama ke Tanah Haram adalah bisnis semata, maka itu disebut “daji”.
daji” yang berbisnis di Makkah mungkin memperoleh keuntungan material yang besar. Namun, bagi mereka yang mengaitkan doa mereka dengan akhirat, mereka akan memperoleh pahala dari segala usaha duniawinya, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 201.
Maka hendaknya setiap orang berusaha untuk meraih haji mabrur. Dimulai dari persiapan dengan harta yang halal, memilih travel yang membimbing pelaksanaan ibadah haji yang sesuai sunnah yang Rasul ﷺ ajarkan agar terhindar dari perbuatan yang membatalkan ibadah haji tersebut, tentunya juga dengan niat hati yang ikhlas karena Allah semata.
Ibadah haji adalah kesempatan untuk transformasi karakter dan peningkatan kesejahteraan. Dengan kekuatan spiritual dan peluang bisnis yang diperoleh, jamaah haji diharapkan menjadi pilar dalam struktur sosial bangsa yang lebih maju dan sejahtera. Mereka siap menjadi motor penggerak peradaban menuju masyarakat yang berkarakter dan senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT.
Merawat haji mabrur bukan hanya tentang menjaga gelar dan simbol, tetapi tentang menerapkan nilai-nilai yang telah diperoleh selama ibadah haji dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini melibatkan keteladanan, akhlak yang baik, serta komitmen untuk berkontribusi positif dalam masyarakat. Dengan demikian, haji mabrur menjadi sumber inspirasi dan kekuatan untuk membangun peradaban yang lebih baik dan sejahtera.
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah agar kita semua bisa melaksanakan ibadah haji dan meraih haji mabrur.
Allahu Ta’ala A’lam bishawab