Prof Wawan Wahyuddin

Premanisme dan Budaya Negatif: Ancaman bagi Indonesia Emas 2045

Indonesia memiliki visi besar untuk menjadi negara maju pada tahun 2045, yang dikenal sebagai Indonesia Emas. Namun, berbagai tantangan sosial masih menghambat pencapaian cita-cita tersebut, salah satunya adalah premanisme. Fenomena ini bukan sekadar tindak kriminal, tetapi telah menjadi bagian dari budaya negatif yang mengakar dalam masyarakat. Jika tidak ditangani dengan serius, Indonesia bukan hanya gagal mencapai status negara maju, tetapi justru akan lemas dan cemas menghadapi tantangan global.

Premanisme sebagai Hambatan bagi Kemajuan Ekonomi

Premanisme yang dilakukan oleh oknum organisasi masyarakat (ormas) telah menjadi ancaman bagi dunia usaha dan investasi di Indonesia. Menurut laporan terbaru, banyak investor yang mengeluhkan praktik pemerasan, pungutan liar, dan intimidasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu. Hal ini menyebabkan iklim usaha menjadi tidak kondusif, sehingga banyak perusahaan memilih untuk merelokasi bisnis mereka ke negara lain yang lebih aman.

Beberapa bentuk premanisme yang menghambat pertumbuhan ekonomi antara lain:

  • Pemerasan terhadap pelaku usaha, termasuk tuntutan tunjangan hari raya (THR) dan uang keamanan.
  • Gangguan terhadap distribusi barang, terutama di kawasan industri dan pelabuhan.
  • Pemaksaan perekrutan tenaga kerja, di mana perusahaan dipaksa untuk mempekerjakan anggota ormas meskipun tidak memiliki kualifikasi yang sesuai.

Jika praktik ini terus berlanjut, maka Indonesia akan kehilangan daya saingnya di tingkat global, dan cita-cita menjadi negara maju pada 2045 akan semakin sulit terwujud.

Premanisme dan Degradasi Moral

Selain berdampak pada ekonomi, premanisme juga mencerminkan degradasi moral dalam masyarakat. Budaya kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu telah menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi pertumbuhan sosial. Menurut penelitian, premanisme bukan hanya terjadi di jalanan, tetapi juga telah merambah ke berbagai sektor, termasuk politik dan bisnis.

Fenomena ini semakin diperparah oleh budaya permisif, di mana masyarakat cenderung membiarkan praktik premanisme terjadi tanpa perlawanan. Jika generasi muda terus terpapar lingkungan yang tidak sehat ini, maka masa depan Indonesia akan semakin terancam.

Premanisme dan Perspektif Kebudayaan

Budayawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengkritik bahwa visi Indonesia Emas 2045 terlalu berfokus pada aspek ekonomi dan politik, tanpa mempertimbangkan faktor kebudayaan. Padahal, pembangunan bangsa tidak hanya bergantung pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada nilai-nilai moral dan budaya yang kuat.

Jika Indonesia ingin benar-benar menjadi negara maju, maka perlu ada upaya serius untuk membangun budaya yang lebih positif dan berorientasi pada kemajuan. Hal ini mencakup:

  • Peningkatan pendidikan karakter bagi generasi muda.
  • Penegakan hukum yang lebih tegas terhadap praktik premanisme.
  • Mendorong budaya meritokrasi, di mana individu dipilih berdasarkan kompetensi dan integritas, bukan koneksi atau kekuatan intimidasi.
  • Membangun kesadaran masyarakat agar tidak mendukung praktik-praktik premanisme dan korupsi.

Premanisme dan budaya negatif lainnya adalah ancaman serius bagi cita-cita Indonesia Emas 2045. Jika tidak segera ditangani, Indonesia bukan hanya gagal menjadi negara maju, tetapi justru akan lemas dan cemas menghadapi tantangan global. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan dunia pendidikan untuk membangun budaya yang lebih positif dan berorientasi pada kemajuan bangsa.

https://wawanwahyuddin.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*