Prof Wawan Wahyuddin

Kurikulum Berbasis Ar-Rahman: Menanamkan Cinta Sebagai Spirit Kehidupan

Prof.Dr.Wawan Wahyuddin, M.Pd, Rektor UIN SMH Banten

Adalah sebuah terobosan ketika Anregurutta (AG) Prof. Nasaruddin Umar menggagas konsep Kurikulum Cinta untuk pendidikan di bawah Kementerian Agama. Ide ini lahir dari keyakinan bahwa cinta adalah esensi kehidupan, fondasi dari kebersamaan, dan kunci menuju harmoni sejati. Sebagai seorang tokoh agama sekaligus Menteri Agama, beliau mengusung gagasan ini bukan sekadar retorika, melainkan misi besar yang telah lama dirintisnya melalui berbagai medium, dari pesantren hingga lembaga kajian.

Cinta: Pilar Kemanusiaan

Peristiwa yang paling membekas dalam perjalanan beliau adalah simbolisasi kasih dan hormat melalui pertukaran ciuman: beliau mencium jidat Paus, dan Paus mencium tangannya. Sebuah momen universal yang mencerminkan dua pilar utama cinta: kasih dan respek. Kasih tanpa respek melahirkan egoisme, sementara respek tanpa kasih hanya menghasilkan formalitas kosong. Dalam cinta sejati, keduanya menyatu, menciptakan keseimbangan yang membangun hubungan yang tulus dan mendalam.

Deklarasi Istiqlal: Seruan untuk Peradaban Cinta

Melalui “Deklarasi Istiqlal,” Anregurutta menyerukan perlunya aksi global melawan dua ancaman utama kemanusiaan: dehumanisasi dan eksploitasi alam. Dehumanisasi, yang mewujud dalam konflik dan kekerasan, serta eksploitasi lingkungan yang kian merusak keseimbangan bumi, menunjukkan betapa cinta telah terpinggirkan dalam tatanan kehidupan. Bagi beliau, solusi dari semua ini adalah cinta yang diterjemahkan ke dalam tindakan nyata, bukan sekadar narasi.

Kurikulum Cinta: Langkah Strategis

Sebagai pemimpin Kementerian Agama, Anregurutta memilih kurikulum pendidikan sebagai kendaraan untuk menyebarkan cinta secara struktural. Kurikulum adalah jantung dari sistem pendidikan yang membentuk pola pikir dan perilaku generasi muda. Dengan menyematkan nilai-nilai cinta, generasi mendatang akan belajar:

  1. Mencintai tanpa menghakimi – memahami perbedaan tanpa prasangka.
  2. Menyapa tanpa menyakiti – memupuk keramahan dan kepedulian.
  3. Mengundang tanpa menolak – menciptakan ruang inklusivitas bagi semua.

Bayangkan bagaimana siswa belajar menghormati agama lain tanpa menumbuhkan kebencian, atau bagaimana guru menjadi teladan cinta yang menghidupkan semangat persatuan dalam keberagaman. Ini adalah langkah besar menuju peradaban yang lebih manusiawi dan penuh kasih.

Mewujudkan Cinta dalam Kehidupan

Mengajarkan cinta bukanlah pekerjaan mudah. Ia membutuhkan keteladanan, konsistensi, dan pemahaman mendalam. Sebagaimana cinta itu sendiri, yang bukan sekadar kata-kata manis, tetapi tindakan penuh dedikasi. Seperti ungkapan bijak, menyukai ibarat memetik bunga, sedangkan mencintai adalah menyiraminya. Menyukai hanya memuaskan ego sesaat, sedangkan mencintai adalah memberi kehidupan.

Anregurutta telah menjadi teladan dalam mempraktikkan cinta. Beliau bukan sekadar penggagas, tetapi juga pelaku nyata dari visi besar ini. Dari lembaga pendidikan hingga forum internasional, beliau meniupkan semangat cinta sebagai solusi atas krisis kemanusiaan.

Mari Menjadi Bagian dari Peradaban Cinta

Kita semua memiliki peran dalam membangun dunia yang lebih penuh cinta. Gagasan Kurikulum Berbasis Ar-Rahman ini adalah panggilan bagi kita untuk belajar dan mengamalkan cinta yang sejati. Ini bukan sekadar tugas para pendidik, tetapi tanggung jawab bersama. Cinta bukan hanya tentang hubungan personal, tetapi juga bagaimana kita berinteraksi dengan sesama, lingkungan, dan Sang Pencipta.

Dengan cinta, kita dapat membangun dunia yang lebih baik—sebuah peradaban yang menghidupkan kembali makna sejati dari keberadaan manusia di muka bumi. Mari mulai dari langkah kecil, dari diri sendiri, dari sekarang. Karena cinta, sebagaimana diajarkan oleh Anregurutta, adalah inti dari kehidupan itu sendiri.

https://wawanwahyuddin.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*