Pembelajaran di Bulan Ramadan: Menanamkan Nilai Keislaman dalam Keluarga dan Sekolah

Rektor UIN SMH Banten
Bulan Ramadan bukan sekadar waktu untuk berpuasa, tetapi juga momen yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai keislaman dalam keluarga dan lingkungan sekolah. Merespons gagasan Prof. Abdul Mukti, konsep pembelajaran di bulan Ramadan bisa dikembangkan dengan membagi tugas dan peran di rumah, mendorong anak-anak untuk aktif dalam ibadah, serta mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam sistem pendidikan.
1. Membangun Kebiasaan Berbagi Peran dalam Keluarga
Pembelajaran Ramadan bisa dimulai dari rumah tangga. Anak-anak sejak SD hingga SMA didorong untuk ikut serta dalam menyiapkan sahur dan berbuka, sehingga tanggung jawab ini tidak hanya dibebankan pada orang tua. Dengan cara ini, anak belajar kemandirian, kepedulian, dan kebersamaan dalam keluarga. Misalnya, anak-anak bisa ditugaskan menyiapkan bahan makanan, mencuci piring, atau menyusun menu harian.
2. Membiasakan Ibadah Bersama dengan Pola yang Fleksibel
Ngaji berjamaah tidak harus dilakukan secara seragam. Bisa saja bapak yang membaca Al-Qur’an, ibu yang menyimak tafsir atau syarit tilawah, dan anak mendengarkan. Atau sebaliknya, anak yang membaca, bapak dan ibu yang menyimak. Pola ini memungkinkan seluruh anggota keluarga terlibat sesuai dengan kemampuan masing-masing, sehingga pembelajaran agama terasa lebih menyenangkan dan inklusif. Kegiatan ini juga bisa diiringi dengan diskusi singkat mengenai materi yang dibaca untuk memperdalam pemahaman.
3. Menanamkan Jiwa Sosial dengan Berbagi kepada Sesama
Anak-anak perlu didorong untuk aktif berbagi, misalnya dengan menyiapkan takjil bagi tetangga atau masyarakat sekitar. Selain itu, praktik membaca doa Kamilin, bersedekah, dan ikut dalam kegiatan zakat juga dapat dikenalkan sejak dini. Ini bukan sekadar ritual, tetapi bagian dari pendidikan karakter yang membangun empati dan kepedulian sosial. Anak-anak bisa diajak untuk berkunjung ke panti asuhan atau membantu tetangga yang membutuhkan.
4. Integrasi Pendidikan Ramadan di Sekolah
Pemerintah daerah dan dinas pendidikan bisa mengeluarkan buku panduan keimanan khusus Ramadan yang tidak hanya berlaku selama puasa, tetapi juga menjadi bagian dari pembelajaran siswa sepanjang tahun. Dalam praktiknya, siswa diarahkan untuk mengenal dan mengisi peran di masjid, seperti menjadi imam, muazin, atau penceramah. Guru juga bisa terlibat dengan mengadakan sesi daring bersama orang tua atau menginisiasi buka puasa bersama untuk mempererat ukhuwah Islamiyah, Basyariyah, dan Wathaniyah. Sekolah juga bisa mengadakan lomba-lomba bertema Ramadan untuk menumbuhkan semangat berkompetisi dalam kebaikan.
5. Gerakan Sambut Ramadan dengan Aksi Nyata
Seluruh siswa didorong untuk menyambut Ramadan dengan kegiatan nyata, seperti marhaban Ramadan dan membersihkan masjid atau lingkungan sekolah. Gerakan ini tidak hanya menjadi simbol persiapan spiritual, tetapi juga membentuk kebiasaan hidup bersih dan gotong royong di masyarakat. Kegiatan ini bisa diawali dengan ceramah atau kajian singkat yang membahas pentingnya kebersihan dalam Islam.
Meski tampak sederhana, konsep ini jika dipraktikkan dengan konsisten akan memberikan dampak besar dalam menumbuhkan dan mengamalkan ajaran Islam. Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang pendidikan karakter, kebersamaan, dan kepedulian yang harus dimulai dari rumah, diperkuat di sekolah, dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.