Prof Wawan Wahyuddin

Palestina Merdeka: Dari Dukungan Global ke Eksekusi Nyata

Palestina Merdeka, Menunggu Eksekusi Nyata

Babak Baru di Sidang Umum PBB

Sidang Umum PBB 2025 menorehkan sejarah penting. Dari hasil pemungutan suara, 145 negara mendukung kemerdekaan Palestina, hanya 5 yang menolak, sementara 6 memilih abstain¹. Keputusan ini bahkan memberi mandat khusus kepada Presiden Mahmoud Abbas untuk menyampaikan pidato melalui video link di forum tahunan PBB. Angka tersebut bukan sekadar deretan statistik; ia menjadi bukti bahwa nurani kemanusiaan masih hadir di tengah panggung diplomasi yang kerap didikte oleh kepentingan politik. Dunia secara tegas menyatakan: Palestina berhak berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya.

Lebih jauh lagi, hingga September 2025, lebih dari 150 negara telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat². Legitimasi ini menegaskan dukungan global yang sulit dibantah. Pertanyaan utama kini bukan lagi soal pengakuan, melainkan bagaimana mendorong agar keputusan tersebut bertransformasi menjadi realitas di lapangan.


Deklarasi: Momentum Sakral yang Menentukan

Sejarah menunjukkan bahwa setiap bangsa merdeka memiliki momen deklarasi. Indonesia dengan 17 Agustus 1945, Amerika Serikat dengan 4 Juli 1776, dan Vietnam dengan 2 September 1945. Bagi Palestina, deklarasi serupa adalah keniscayaan.

Beberapa lokasi memiliki makna simbolis yang kuat:

  • Halaman Masjid Al-Aqsa sebagai jantung spiritual dan simbol perlawanan.

  • Kota Makkah atau Gedung Asia-Afrika Bandung sebagai pengingat solidaritas Islam dan sejarah anti-kolonialisme.

  • Markas Besar PBB sebagai tanda pengakuan global.

Deklarasi bukan sekadar seremoni, melainkan pengukuhan eksistensi: dari bangsa yang terjajah menuju bangsa yang berdaulat.


Menata Pemerintahan: Dari Fragmentasi ke Otoritas Nasional

Kemerdekaan tidak akan bertahan tanpa fondasi pemerintahan yang solid. Tantangan utama Palestina adalah fragmentasi politik antara Hamas, Fatah, dan kelompok lain. Perselisihan internal ini kerap dimanfaatkan pihak luar untuk memperlemah perjuangan.

Pasca-proklamasi, ada tiga langkah strategis yang perlu segera dilakukan:

  1. Merumuskan konstitusi demokratis yang melindungi hak seluruh warga.

  2. Membangun institusi negara yang transparan dan bebas dari praktik korupsi.

  3. Melakukan rekonsiliasi nasional agar semua faksi politik berada di bawah satu payung: Negara Palestina Merdeka.

Jika tantangan ini mampu diatasi, Palestina tidak lagi tampil sebagai korban, tetapi sebagai bangsa yang siap menata masa depannya.


Rekonstruksi Gaza: Memulihkan Martabat Bangsa

Agresi militer telah meninggalkan luka mendalam. Laporan PBB (OCHA, 2024) mencatat lebih dari 60% infrastruktur Gaza rusak: rumah sakit hancur, sekolah rata dengan tanah, dan ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal³. Anak-anak tumbuh dalam suasana trauma, jauh dari ruang belajar yang semestinya.

Karena itu, rekonstruksi harus menjadi agenda prioritas. Negara-negara OKI dan komunitas internasional perlu berperan aktif dalam:

  • Penyediaan perumahan layak bagi korban perang.

  • Layanan kesehatan modern untuk pemulihan fisik dan psikologis.

  • Pembangunan kembali sekolah dan universitas.

  • Penguatan sistem pertahanan untuk menjaga kedaulatan.

Rekonstruksi sejatinya bukan sekadar membangun gedung, melainkan memulihkan martabat manusia.


Pasukan Perdamaian: Menjaga Masa Transisi

Kemerdekaan Palestina tidak serta merta menjamin keamanan. Ancaman agresi ulang akan selalu ada. Karena itu, kehadiran pasukan perdamaian internasional menjadi kebutuhan mutlak. Mereka bertugas mengawasi gencatan senjata, menyalurkan bantuan, dan memastikan rekonstruksi berjalan aman.

Indonesia sebagai salah satu kontributor terbesar pasukan penjaga perdamaian PBB telah menyatakan kesiapannya mengirim hingga 20 ribu prajurit bila mandat diberikan⁴. Ini bentuk nyata solidaritas—lebih dari sekadar pernyataan diplomatik.


Masjid: Pusat Kebangkitan Spiritual dan Komunitas

Dalam sejarah Islam, masjid bukan hanya tempat ibadah, melainkan juga pusat pendidikan, musyawarah, dan penguatan komunitas. Banyak masjid di Palestina hancur akibat konflik, namun membangunnya kembali berarti menghidupkan kembali jiwa bangsa. Dari mimbar masjid, generasi muda dapat ditempa, bukan hanya untuk menjaga iman, tetapi juga memperkuat identitas kebangsaan.


Dimensi Geopolitik: Dari Lokal ke Global

Konflik Palestina bukan persoalan domestik semata. Dampaknya menjalar ke jalur perdagangan internasional, harga energi, hingga stabilitas politik kawasan.

Arab Saudi dan Pakistan, misalnya, menandatangani Strategic Mutual Defence Agreement pada September 2025⁵. Perjanjian ini menyatakan serangan terhadap salah satu akan dianggap sebagai serangan terhadap keduanya. Analisis bahkan menyebut kemungkinan dimensi nuklir ikut terbuka, mengingat Pakistan memiliki persenjataan strategis⁶.

Konstelasi ini menunjukkan bahwa Timur Tengah kini bukan lagi wilayah unipolar, melainkan multipolar, dengan China dan Rusia memainkan peran penting. Dalam konteks itu, kemerdekaan Palestina menjadi isu strategis global, bukan hanya moral.


Diplomasi Dua Negara: Jalan Diplomatik yang Realistis

Pada Juli 2025, digelar Conference on the Implementation of the Two-State Solution di New York. Forum ini menyepakati kerangka waktu 15 bulan menuju berdirinya negara Palestina merdeka dalam bingkai solusi dua negara⁷.

Jika kesepakatan ini dijalankan konsisten, Palestina berpeluang hadir secara resmi di panggung internasional dalam waktu relatif singkat.


Hutang Sejarah: Indonesia dan Palestina

Bagi Indonesia, Palestina bukan sekadar isu politik luar negeri. Sebelum Indonesia merdeka, Mufti Besar Palestina, Syekh Amin al-Husaini, telah menyerukan dukungan bagi kemerdekaan Indonesia. Dukungan datang bahkan ketika Palestina sendiri masih berada di bawah penjajahan.

Kini, saat Palestina berjuang, Indonesia memiliki kewajiban moral untuk membalas budi: melalui diplomasi aktif, bantuan kemanusiaan, beasiswa, hingga pengiriman pasukan perdamaian. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan jasa sejarah.


Dari Solidaritas ke Aksi Nyata

Resolusi PBB 2025 membuktikan dukungan global yang luas terhadap kemerdekaan Palestina. Namun, legitimasi internasional hanyalah awal. Tantangan berikutnya adalah eksekusi nyata.

Ada lima langkah yang harus ditempuh:

  1. Deklarasi kemerdekaan di lokasi yang sarat makna simbolis.

  2. Penataan pemerintahan yang demokratis dan bersatu.

  3. Rekonstruksi menyeluruh atas kerusakan akibat perang.

  4. Penempatan pasukan perdamaian untuk menjamin transisi aman.

  5. Pembangunan kembali masjid sebagai pusat spiritual dan komunitas.

Jika peta jalan ini dijalankan, Palestina tidak hanya akan lahir sebagai negara merdeka, tetapi juga sebagai bangsa bermartabat yang siap berkontribusi bagi dunia. Kemerdekaan Palestina bukan utopia, melainkan amanat sejarah, tanggung jawab moral, dan perintah kemanusiaan.


Catatan Kaki 

  1. The Guardian. (2025, September 19). UN General Assembly votes in favour of Palestinian statehood. The Guardian. https://www.theguardian.com

  2. Al Jazeera. (2025, September 23). More than 150 countries recognize Palestine’s statehood. Al Jazeera. https://www.aljazeera.com

  3. OCHA. (2024). Gaza crisis report: Damage assessment and humanitarian response. United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs. https://ocha.un.org

  4. Pernyataan Menteri Pertahanan Indonesia dalam Sidang PBB, dikutip dalam The Guardian (2025).

  5. Reuters. (2025, September 17). Saudi Arabia and Pakistan sign Strategic Mutual Defence Agreement. Reuters. https://www.reuters.com

  6. Breaking Defense. (2025, September 18). Pakistan hints at nuclear umbrella for allies. Breaking Defense. https://breakingdefense.com

  7. Wikipedia contributors. (2025, July). Conference on the Implementation of the Two-State Solution. In Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Conference_on_the_Implementation_of_the_Two-State_Solution

https://wawanwahyuddin.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*